Sunday, July 13, 2014

Terorisme oleh Mukhsin Rizal

Islam agama yang mencintai kedamaian, Islam merupakan agama yang sangat santun dan lembut namun memmberikan suatu kepastian dan ketegasan dalam setiap persoalan. Sebagaiamana hadis Rasullullah saw yang menyebutkan “Sesunggunya aku diutus kedunia ini hanya untuk menyempurnakan akhlah manusia” dapat kita pahami bahwa kehadiran Nabi Muhammad saw kemuka bumi ini dalam rangka membentuk manusia yang berbudi pekerti yang baik. Persoalan lain yang dapat kita lihat dari kehadiran Rasulullah saw kemuka bumi ini adalah keteladanan sikap yang dicontohkan oleh beliau, sehingga dalam perjalan penyebaran agama Islam banyak sekali yang masuk Islam dengan karena prilaku Rasulullah. Kebaikan dan sikap Rasulullah seharusnya menjadi panutan bagi kita umat Islam dalam bersikap, baik bersikap sesama muslim maupun ketika bersikap kepada manusia yang beragama diluar Islam. Hal penting lainnya adalah umat Islam sering disandarkan sebagai umat yang kasar dan kejam, zaman modern sekarang ini menganggap hukum-hukum Islam tidaklah manusiawi atau dalam pandangan sebagian umat non muslim sebagai tindakan pelanggaran HAM. Selain umat islam sebagai orang yang melakukan pelanggaran HAM, hal lain yang terlebelkan kepada umat islam saat ini adalah umat islam sebagai teroris, yang selalu melakukan tindakan kekerasan terhadap non muslim. Sebagai seorang muslim penulis merasa perlu memberikan pandangan bahwa islam bukanlah teroris. Jika kita melihat Istilah teror (isme), pertama kali, populer pada masa Revolusi Perancis (1789- 1794). Akan tetapi, praktik terorisme itu sendiri terjadi jauh sebelumnya. Dalam catatan sejarah, terorisme telah dipraktikkan manusia sejak zaman Yunani kuno. Xenophon (431-350 SM) misalnya, menuliskan dalam bukunya tentang terorisme dalam tema "perang psikologis" untuk menaklukkan musuh. Pada awal abad Masehi tercatat nama Kaisar Rome Tiberius (14-37) dan Caligula (37-41) yang melakukan terorisme terhadap lawan- lawan politiknya, Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun kembali menjadi aktual sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, yang dikenal sebagai “September Kelabu”, memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua diantaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.Isu yang berkembang kemudian bahwa jaringan terorisme Al –Qaeda yang menjadi pelakunya, mereka melakukannya dalam rangka jihad melawan kaum kafir, dan ini menjadi sebuah tantangan bagi umat islam untuk mengklarifikasi bahwa ajaran islam tidak seperti yang digambarkan kaum radikal islam. Persoalan terorisme membuat umat islam kian terpuruk dalam pandangan orang-orang non muslim, konsep dan cara pelaku melakukan hal tersebut terkesan sebagai tindakan perang antara islam dengan non islam. Ditambahkan lagi pelaku terorisme dilihat dari agama rata-rata beragama islam. Dalam persoalan ini penulis merasa tertantang untuk mengungkap kebenaran atas segala tindankan yang dilakukan oleh terorist, terutama terorisme yang dilakukan di indoneia, persoalannya benarkah umat islam diperintahkan untuk menjadi terorisme, dana adakah hubungan tindakan terorisme adalah bagian dari jihad. A. Pengertian Terorisme. Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tata cara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba- tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil. Terorisme berasal dari kata latin “terre” yang artinya dasar mengancam, berasal dari kata terror sebagai tindakan untuk mengancam pihak lain, sebagai upaya menciptakan efek atau kondisi psikologis seseorang untuk mengambil keputusan di tengah kekhawatiran akan sesuatu hal. Secara lebih cermat terorisme dikaitkan dengan konsep militansi, radikalisme yang dipopulerkan oleh media Barat, dilekatkan dengan suatu wilayah seperti Timur Tengah maupun Irlandia Utara dan Kolombia yang tidak disukai oleh Barat. Menurut J. Bowyer Bell, terorisme adalah sebagai senjata kaum lemah, tapi senjata yang ampuh untuk mempengaruhi pihak lain yang kuat, sedangkan David Fromkin lebih meninjau dari sisi target dan sarana, terorisme adalah sutau upaya mempengaruhi pihak lain dengan mengandalkan perubahan psikologis pihak lain. Terorisme terjebak dalam aksi kekerasan, keterjebakan itulah menjadikan aksinya menjadi crime secara universal, sehingga tujuan luhur kemudian menjadi pudar karena kurangnya tranparansi . Kata “terror” menurut arti bahasa arab disebut dengan istilah “irhab”. Kamus Al- Munawwir mendefinisikan Rahiba- Ruhbatan, waruhba- nan, wa rohabban, ruhbanan sebagai khaafa “takut”. Sedangkan kata Al-irhab diterjemah kan dengan intimidasi Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain . Sejauh ini belum ada batasan yang baku untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Terorisme. Menurut M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Sedangkan menurut Brian Jenkins, menyebutkan terorisme merupakan pandangan subjektif didasar- kan pada siapa saja yang memberi batasan pada saat dan kondisi tertentu . Sedangkan A.C. Manullang memberikan pengertian terorisme sebagai suatu cara untuk merebut kekuasaan dari kelompok lain . Kelompok Negara-negara Eropa Timur beserta beberapa negara-negara berkembang lainnya memberi batasan teror dalam dua kategori, yaitu terror individual (organisasi terror yang dijadikan bisnis/bayaran untuk mencapai target sponsor) dan terror Negara (Negara kolonialis terhadap Negara-negara jajahan atau sebaliknya). US FBI (federal Bureaau of Investigation) mendefinisikan terorisme adalah penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil san elemen-elemennya untuk mencapai tujuan-tujuan social atau politik . Kent Leyne Oots, mendefinisikan “terorisme” sebagai berikut : (1) sebuah aksi militer atau psikologis yang dirancang menciptakan ketakutan, atau membuat kehancuran ekonomi atau material, (2) sebuah metode pemaksaan tingkah laku pihak lain, (3) sebuah tindakan kriminal bertendensi publisitas, (4) tindakan criminal bertujuan politis, (5) kekerasan bermotifkan politis dan, (6) sebuah aksi kriminal guna meraih tujuan politis atau ekonomis .Menurut Majelis Ulama Indonesia, Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap keadulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well-organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang tidak membeda- bedakan sasaran (indiscriminative) . Namun, jika kita coba pelajari dan kita amati, terorisme dapat diartikulasikan dalam tiga bentuk. Pertama, terorisme yang bersifat personal. Aksi-aksi terorisme dilakukan perorangan. Biasanya, dalam pengeboman bus seperti di Kairo merupakan sebuah aksi personal. Pengeboman mal- mal dan pusat perbelanjaan juga dapat dikategorikan sebagai terorisme yang dilakukan secara personal. Kedua, terorisme yang bersifat kolektif. Para teroris melakukannya secara terencana. Biasanya, terorisme semacam ini dilembagakan dalam sebuah jaringan yang rapi. sering disebut-sebut sebagai terorisme dalam kategori ini adalah Jaringan al-Qaeda. Sasaran terorisme dalam kategori ini adalah simbol simbol kekuasaan dan pusat-pusat perekonomian. Ketiga, terorisme yang dilakukan negara. Istilah ini tergolong baru, yang biasa disebut dengan “terorisme (oleh) negara” (state terrorism). Penggagasnya adalah Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad dalam hajatan OKI terakhir. Menurutnya, terorisme yang dikerahkan negara, tidak kalah dahsyatnya dari terorisme personal maupun kolektif. Kalau kedua bentuk terdahulu dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, terorisme yang dilakukan sebuah negara dapat dilihat secara kasat mata. B. Kasus Terorisme di Indonesia di Indonesia terjadi beberapa tindakan terorisme diantaranya: Peledakan digedung Atrium Senen tanggal 1 Desember 1998, Peledakan di Plaza Hayam Wuruk tanggal 15 April 1999, Peledakan di Masjid Istiqlal 1999, Peledakan di Gereja (GKPI) Medan tanggal 28 Mei 2000, Peledakan di Gereja Katolik Medan tanggal 18 Mei 2000, Peledakan di Rumah Dubes Filipina tanggal 1 Agustus 2000, Peledakan di Gedung Atrium Senen (tanggal 1 Agustus 2001 dan tanggal 23 April 2001), Peledakan di beberapa Gereja di Malam Natal (2000 dan 2001).Kemudian tahun berikutnya aksi terorisme yang terjadi yaitu Peledakan di Kuta- Bali tanggal 12 Oktober 2002, Peledakan di Menado, November 2002, Peledakan di Mc Donald Makasar tanggal 5 Desember 2002, Peledakan di Hotel JW Marriot Jakarta, tanggal 5 Agustus 2003, Peledakan di depan Kedubes Australia di Jakarta tanggal 9 September 2004, Peledakan Bom Bali II tanggal 1 Oktober 2005. Pemerintah dalam menangani peristiwa-peristiwa tersebut menge-luarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dan perppu akhirnya ditingkatkan menjadi Undang-undang melalui Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-undang. Sebenarnya penulis melihat aksi yang dilakukan oleh teroris, mereka hanya ingin menunjukan eksistensi mereka sebagai sebuah gerakan yang harus diperhatikan. Di satu sisi kita dapat melihat bahwa cita-cita mereka sebenarnya adalah mengharapkan adanya sebuah kepastian dari negara untuk menjalankan hukum tuhan, namun demikian kondisi yang sangat dan saling terkait antara negara Indonesia dan konspirasi kapitalisme. Membuat mereka harus menyerang dan menghancurkan kekuatan dari konspirasi tersebut walaupun kemudian berimbas pada sikap yang radikal. Jika kita kembali melihat dan mengklasifikasikan bangsa kafir maka, kita menemukan dua macam kafir yaitu yang pertama kafir yang menggangu dan memerangi umat islam, dan satu lagi kafir yang tidak pada posisi menyerang, maka terhadap kafir yang menyerang kita wajib melawan, dan terhadap kafir yang tidak menyerang kita wajib menyayangi mereka secara umum.Saat ini sebagian besar teroris di indonesia sudah diadili dan divonis dengan menggunakan pasal-pasal yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 jo Pasal 1 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Berdasarkan pasal tersebut, Hakim telah menjatuhkan putusan dengan vonis bervariasi di antaranya: mati, penjara seumur hidup, dan penjara selama waktu tertentu maksimal 20 tahun. Putusan Pengadilan yang menvonis pelaku tindak pidana Terorisme, meliputi pasal –pasal berikut : a. Tindak Pidana Makar (Pasal 104 – 129 KUHP); b. Tindak Pidana Kejahatan terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak Kenegaraan (Pasal 146 – 152 KUHP); c. Tindak Pidana Pembakaran, Ledakan atau Penghancuran Bangunan Fasilitas Umum (Pasal 187 – 201 KUHP); d. Penculikan (Pasal 328 – 331 KUHP); e. Pembunuhan (Pasal 338 – 340, 359 KUHP) f. Penganiayaan (Pasal 351 – 355 KUHP) g. Pembajakan di Laut (Pasal 438-478 KUHP) h. Pembajakan di Udara (Pasal 479a-479r KUHP) Pelaku-pelaku Terorisme dapat dijerat Tindak Pidana Pembakaran, Ledakan atau Penghancuran Bangunan Fasilitas Umum (Pasal 187 – 201 KUHP); Pembunuhan (Pasal 338 -340, 359) KUHP); dan Penganiayaan (pasal 351-355 KUHP), selain itu juga dapat dikenakan dengan pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/DRT/1951 mengenai larangan membuat, menyimpan, memiliki, membawa dan menggunakan bahan peledak . Undang-Undang Terorisme sebagai hukum khusus (lex Spesialis), memiliki kelebihan-kelebihan bila dibanding dengan KUHP. C. Pandangan Islam Terhadap Terorisme Konsep jihad adalah sebuah konsep Islam yang sangat yang dipahami sesuai dengan kemampuan pemahamannya. Kalangan moderat memberi pengertian jihad bukan hanya perang, tapi juga berbagai aktivitas yang mengarah kepada kebaikan. Pendidikan, pengobatan, serta kegiatan- kegiatan sosial lainnya yang dapat memberikan maslahat bagi masyarakat juga bisa dianggap sebagai jihad.Sementara itu, oleh sebagian aktivis Islam, jihad diartikan sebagai perjuangan fisik bersenjata melawan musuh- musuh Allah. dalam praktinya, “musuh- musuh Allah” yang mereka maksudkan adalah tempat- tempat publik yang secara langsung maupun tak langsung berkaitan dengan dunia Barat dan kemaksiatan, seperti kedutaan besar asing, kafe-kafe dan bar (berkaitan dengan maksiat) .Dualisme makna jihad memang bukan persoalan baru. Dalam wacana pemikiran Islam, ada dua makna jihad yang selalu dipertentangkan, yakni antara jihad dengan cara-cara damai (silmi) dan jihad lewat peperangan (harbi). Sepanjang sejarah Islam, kaum Muslim bersaing dalam memperebutkan kedua makna ini. Sementara kaum “Muslim moderat” berusaha memberikan citra positif terhadap istilah jihad, kaum “Muslim radikal” memberikan citra yang keras dan cenderung negatif terhadap konsep ini.Jihad Negatif. Menarik untuk dicatat bahwa sejak 50 tahun terakhir, jihad dalam maknanya yang negatif, yakni peperangan, kekerasan, dan terorisme, mendominasi wacana dan pentas politik kehidupan kaum Muslim di seluruh dunia. Dari Mesir hingga Indonesia, kata “jihad” selalu digunakan dan diasosiasikan dengan kelompok atau organisasi radikal. Di Mesir ada kelompok “al-Jihad al-Islami” yang dikenal, salah satunya, karena berhasil membunuh presiden Anwar Sadat; di Pakistan ada “Harakat ul-Jihad-i-Islami” yang populer karena aksi-aksi kekerasannya; di Indonesia ada “Laskar Jihad” yang dikenal karena keterlibatannya dalam konflik agama di Ambon. Di dunia Barat dan di dunia luar Islam secara umum, jihad dalam pengertian negatif lebih sering ditemukan ketimbang yang positif. Bagi sebagian orang-orang non-Muslim, jihad bahkan identik dengan perang dan kekerasan. Kelompok-kelompok Islam keras yang menggunakan nama “jihad” pada organisasi mereka tentu saja sangat berperan penting dalam mendistorsi makna jihad. Hal yang menbuat kemarahan sebagian muslim terhadap barat salah satunya adalah “agresi” Barat atas negara-negara di Timur Tengah, seperti di Afghanistan dan di Irak, meningkatkan intensitas kemarahan kepada Amerika. Aksi-aksi terorisme bertujuan membalas dendam atas tindakan negara-negara Barat tersebut. Demikian juga dalam skala domestik, faktor ketidakadilan mempunyai peranan yang sangat penting. Ketidakadilan yang menimpa suatu kelompok masyarakat dieksploitir oleh kelompok tertentu untuk membenci kelompok atau negara tertentu dengan menjadikan agama sebagai “baju”. Kalau terorisme itu adalah wujud dari perlawanan dari sebuah ketidakadilan dan kemiskinan, musuh para teroris adalah orang- orang yang mereka nilai telah menciptakan ketidakadilan di masyarakat. Musuh para teroris bisa suatu negara tertentu, bisa juga pemerintahannya sendiri. Teroris juga tidak senang dengan dominasi Amerika dalam setiap bidang kehidupan, tapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk meruntuhkan hegemoni Amerika dengan cara-cara damai. Hal ini dapat kita simak dari pengakuan Imam Samudra yang mengatakan bahwa jalan damai, perundingan, dan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) adalan nonsense, sehingga mereka bangkit dengan kemampuan yang mereka punya dan cara yang mereka ketahui, salah satunya adalah dengan membuat bom dan meledakkannya.Sebelum penghancuran WTC George W Bush tidak menyatakan perang terhadap terorisme, tapi setelah para teroris berhasil menghancurkan WTC, Bush langsung mengumandangkan lagu perang terhadap terorisme dan melancarkan operasi meliter skala besar di Afghanistan dan di Irak untuk memburu para teroris. Kemarahan para teroris pun bertambah, kemudian mengaitkan “perjuangannya” dengan sejarah suram masa lampau, Perang Salib. Mereka menamakan gerakannya sebagai “Perang Salib Baru”. Jadi terorisme tidak identik dengan Islam dan aktivis- aktivis Islam sebagaimana opini yang berkembang, Teroris adalah teroris dan tidak bisa dikaitkan dengan agama tertentu. Teroris menggunakan agama sebagai tameng untuk membenarkan tindakan mereka. Tidak salah jika dikatakan bahwa mereka telah membajak agama atau memperalat agama. Artinya, mereka menggunakan dalil-dalil agama atau nilai-nilai radikal agama untuk melegitimasi aksi-aksi mereka. Padahal mereka keliru salah memahami ajaran agama. Menurut KH. Hasyim Muzadi. jihad bukanlah bom bunuh diri, ini adalah sebuah pemahaman yang keliru dan jauh dari pengertian dan makna jihad. Justru merekalah yang penghancur agama. Ada beberapa buku yang mengkritik pemahaman keagamaan para teroris, salah satu buku berjudul Jamaah Islam Merusak Islam yang ditulis oleh para ulama kita (Judul Bukunya “Jamaah Islamiyah Meracuni Islam”, penulisnya adalah Moh. Abdus Salam, penerbit Inqilab Press, Jakarta 2003). Di luar dari memahami jihad dalam versi yang radikal, maka yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah menangani terorist tersebut tidak dengan kasar dan tidak manusiawi, karena jika kita memperlakukan mereka dengan kejam maka sama saja kita seperti mereka bahkan lebih kejam dari mereka. Selain itu hal yang harus di ingat bahwa setiap negara berbeda cara memahami Islam tergantung kehadiran islam di negeri tersebut dan pengaruh metode penyebaran agama islam itu sendiri, maka tidak sepantasnya sebuah negara besar seperti indonesia mengeneralisasi pengertian teroris dan membangun stigma bersama Amerikan bahwa Indonesia adalah negara yang banyak memiliki teroris, dan mereka berasal dari islam. Sebenarnya Pemerintah Suatu bangsa haruslah dapat memberikan jaminan keamanan dan ketenangan kepada warganya, dan memberikan jaminan keadilan dimata hukum. Lebih tepatnya lagi bangsa yang hebat adalah bangsa yang berani menyatakan persoalan bangsa saya biar saya yang selesaikan. Terkadang kita sebagai bangsa indonesia merasa nyawa orang bangsa asing lebih bernilai dibandingkan nyawa masyarakat kita. Semoga Allah mengampuni kita semua. Wallahu alam bisawaf. Secara singkat dan khusus, ada beberapa faktor yang menyebabkan para pelaku teror melakukan kekerasan (terorisme) atas nama agama, yaitu pertama kurangnya pendidikan agama yang dia peroleh atau dengan kata lain dia tidak menghayati atau memahami keseluruhan esensi dari agama yang dia anut. Kedua kurangnya pengawasan serta perhatian dari orang tua atau keluarganya serta kerabat baiknya dalam mengendalikan cara pergaulannya di dalam lingkungan sehingga ia mudah dihasut. Ketiga lingkungan pergaulan, di manapun itu, yang tidak kondusif serta berpotensi menumbuhkan pola pikir sempit atau skeptis bahkan radikal terhadap agama yang ia anut. Sebagai contoh akhir-akhir ini banyak orang-orang Indonesia yang pergi ke Timur Tengah atau Afganistan bahkan beberapa negara lainnya seperti Filipina yang di mana pada awalnya tujuan mereka pergi ke sana ialah untuk studi namun kemudian setelah pulang kembali ke Indonesia mereka berubah menjadi teroris diakibatkan oleh pengaruh lingkungan serta ajaran selama mereka berada di sana dari orang-orang berpola pikir sempit serta radikal. Keempat ketidakpuasan ekonomi dan hal-hal yang bersifat material yang dia peroleh dalam hidup, sehingga untuk melampiaskan kekesalan dan ketidakpuasannya dia melakukan aksi teror dengan dalih atas nama agama karena mungkin saja hal itu justru akan mengobati ketidakpuasannya dalam bidang ekonomi tersebut.Islam Agama yang rahmatan lil `alamin, tidak mentoleril tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siapapun. Semoga Allah memberikan rahmat dan petunjuk bagi kita semua. Amin, Makalah ini syarat dengan kekurangan maka harapan penulis kiranya, mendapatkan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan dikemudian hari. Sumber Bacaan Abu Bakar jabir al-jazairi, Ensiklopedi Muslim (Minhajul Muslim), Jakarta :PT Darul Falah, 2006. Adian Husaini, Jihad Osama Versus Amerika, Gema Insani Pers, Jakarta, 2001. A.C. Manullang, 2001, Menguak Tabu Intelijen: Teror, Motif dan Rezim, Panta Rhei, Firmanzah. Mengelola Partai Politik; Komunikasi Dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008 Martitah, dkk, , Implementasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013/PUU-I/2003 dalam Penegakan Hukum Terhadap Perkara Bom Bali. Hasil Penelitian. PKK Unnes. 2003, 2007 M. Riza Sihbudi, Bara Timur Tengah, Bandung, 1991. Ma’ruf Amin, Meluruskan Makna Jihad Mencegah Terorisme, Tim Penanggulangan Terorisme MUI, Jakarta. 2007. Muladi, Demokratisasi, HAM da Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta, 2002. Nugroho Notosusanto, Terorisme Berjubah Agama. tangggal 12 Mei 2007. http/kompak.com. Surbakti, A., Ramlan, Reformasi Kekuasaan Presiden, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1998. Yusul Al-Qardhawy, Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam, Terjemahan dar Judul Aslinya: As-Siyasah Asy-Syari’yah, oleh Kathur Suhadi, Pustaka Al Kautsar, Cet.I, Jakarta,1999.

Pageviews last month