BAGIAN PERTAMA: ARAB PRA-ISLAM (1/4)
Muhammad Husain Haekal
Sumber peradaban pertama - Agama Yahudi dan Kristen
- Sekta-sekta Kristen dan Pertentangannya - Majusi
Persia di jazirah Arab - Jalan-jalan kafilah - Yaman
dan peradabannya - Sebabnya Jazirah bertahan pada
paganisma.
PENYELIDIKAN mengenai sejarah peradaban manusia dan dari mana
pula asal-usulnya, sebenarnya masih ada hubungannya dengan
zaman kita sekarang ini. Penyelidikan demikian sudah lama
menetapkan, bahwa sumber peradaban itu sejak lebih dari enam
ribu tahun yang lalu adalah Mesir. Zaman sebelum itu
dimasukkan orang kedalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu
sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Sarjana-sarjana ahli purbakala (arkelogi) kini kembali
mengadakan penggalian-penggalian di Irak dan Suria dengan
maksud mempelajari soal-soal peradaban Asiria dan Funisia
serta menentukan zaman permulaan daripada kedua macam
peradaban itu: adakah ia mendahului peradaban Mesir masa
Firaun dan sekaligus mempengaruhinya, ataukah ia menyusul masa
itu dan terpengaruh karenanya?
Apapun juga yang telah diperoleh sarjana-sarjana arkelogi
dalam bidang sejarah itu, samasekali tidak akan mengubah
sesuatu dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam penggalian
benda-benda kuno Tiongkok dan Timur Jauh belum memperlihatkan
hasil yang berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber
peradaban pertama - baik di Mesir, Funisia atau Asiria - ada
hubungannya dengan Laut Tengah; dan bahwa Mesir adalah pusat
yang paling menonjol membawa peradaban pertama itu ke Yunani
atau Rumawi, dan bahwa peradaban dunia sekarang, masa hidup
kita sekarang ini, masih erat sekali hubungannya dengan
peradaban pertama itu.
Apa yang pernah diperlihatkan oleh Timur Jauh dalam
penyelidikam tentang sejarah peradaban, tidak pernah memberi
pengaruh yang jelas terhadap pengembangan peradaban-peradaban
Fira'un, Asiria atau Yunani, juga tidak pernah mengubah tujuan
dan perkembangan peradaban-peradaban tersebut. Hal ini baru
terjadi sesudah ada akulturasi dan saling-hubungan dengan
peradaban Islam. Di sinilah proses saling
pengaruh-mempengaruhi itu terjadi, proses asimilasi yang sudah
sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada peradaban
dunia yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.
Peradaban-peradaban itu sudah begitu berkembang dan tersebar
ke pantai-pantai Laut Tengah atau di sekitarnya, di Mesir, di
Asiria dan Yunani sejak ribuan tahun yang lalu, yang sampai
saat ini perkembangannya tetap dikagumi dunia: perkembangan
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang pertanian,
perdagangan, peperangan dan dalam segala bidang kegiatan
manusia. Tetapi, semua peradaban itu, sumber dan
pertumbuhannya, selalu berasal dari agama. Memang benar bahwa
sumber itu berbeda-beda antara kepercayaan trinitas Mesir
Purba yang tergambar dalam Osiris, Isis dan Horus, yang
memperlihatkan kesatuan dan penjelmaan hidup kembali di
negerinya serta hubungan kekalnya hidup dari bapa kepada anak,
dan antara paganisma Yunani dalam melukiskan kebenaran,
kebaikan dan keindahan yang bersumber dan tumbuh dari
gejala-gejala alam berdasarkan pancaindera; demikian sesudah
itu timbul perbedaan-perbedaan yang dengan penggambaran
semacam itu dalam pelbagai zaman kemunduran itu telah
mengantarkannya ke dalam kehidupan duniawi. Akan tetapi sumber
semua peradaban itu tetap membentuk perjalanan sejarah dunia,
yang begitu kuat pengaruhnya sampai saat kita sekarang ini,
sekalipun peradaban demikian hendak mencoba melepaskan diri
dan melawan sumbernya sendiri itu dari zaman ke zaman. Siapa
tahu, hal yang serupa kelak akan hidup kembali.
Dalam lingkungan masyarakat ini, yang menyandarkan
peradabannya sejak ribuan tahun kepada sumber agama, dalam
lingkungan itulah dilahirkan para rasul yang membawa
agama-agama yang kita kenal sampai saat ini. Di Mesir
dilahirkan Musa, dan dalam pangkuan Firaun ia dibesarkan dan
diasuh, dan di tangan para pendeta dan pemuka-pemuka agama
kerajaan itu ia mengetahui keesaan Tuhan dan rahasia-rahasia
alam.
Setelah datang ijin Tuhan kepadanya supaya ia membimbing umat
di tengah-tengah Firaun yang berkata kepada rakyatnya: "Akulah
tuhanmu yang tertinggi" iapun berhadapan dengan Firaun sendiri
dan tukang-tukang sihirnya, sehingga akhirnya terpaksa ia
bersama-sama orang-orang Israil yang lain pindah ke Palestina.
Dan di Palestina ini pula dilahirkan Isa, Ruh dan Firman Allah
yang ditiupkan ke dalam diri Mariam. Setelah Tuhan menarik
kembali Isa putera Mariam, murid-muridnya kemudian menyebarkan
agama Nasrani yang dianjurkan Isa itu. Mereka dan
pengikut-pengikut mereka mengalami bermacam-macam
penganiayaan. Kemudian setelah dengan kehendak Tuhan agama ini
tersebar, datanglah Maharaja Rumawi yang menguasai dunia
ketika itu, membawa panji agama Nasrani. Seluruh Kerajaan
Rumawi kini telah menganut agama Isa. Tersebarlah agama ini di
Mesir, di Syam (Suria-Libanon dan Palestina) dan Yunani, dan
dari Mesir menyebar pula ke Ethiopia. Sesudah itu selama
beberapa abad kekuasaan agama ini semakin kuat juga. Semua
yang berada di bawah panji Kerajaan Rumawi dan yang ingin
mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan Kerajaan ini,
berada di bawah panji agama Masehi itu.
Berhadapan dengan agama Masehi yang tersebar di bawah panji
dan pengaruh Rumawi itu berdiri pula kekuasaan agama Majusi di
Persia yang mendapat dukungan moril di Timur Jauh dan di
India. Selama beberapa abad itu Asiria dan Mesir yang
membentang sepanjang Funisia, telah merintangi terjadinya
suatu pertarungan langsung antara kepercayaan dan peradaban
Barat dengan Timur. Tetapi dengan masuknya Mesir dan Funisia
ke dalam lingkungan Masehi telah pula menghilangkan rintangan
itu. Paham Masehi di Barat dan Majusi di Timur sekarang sudah
berhadap-hadapan muka. Selama beberapa abad berturut-turut,
baik Barat maupun Timur, dengan hendak menghormati agamanya
masing-masing, yang sedianya berhadapan dengan rintangan alam,
kini telah berhadapan dengan rintangan moril, masing-masing
merasa perlu dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan
kepercayaannya, dan satu sama lain tidak saling mempengaruhi
kepercayaan atau peradabannya, sekalipun peperangan antara
mereka itu berlangsung terus-menerus sampai sekian lama.
Akan tetapi, sekalipun Persia telah dapat mengalahkan Rumawi
dan dapat menguasai Syam dan Mesir dan sudah sampai pula di
ambang pintu Bizantium, namun tak terpikir oleh raja-raja
Persia akan menyebarkan agama Majusi atau menggantikan tempat
agama Nasrani. Bahkan pihak yang kini berkuasa itu malahan
menghormati kepercayaan orang yang dikuasainya. Rumah-rumah
ibadat mereka yang sudah hancur akibat perang dibantu pula
membangun kembali dan dibiarkan mereka bebas menjalankan
upacara-upacara keagamaannya. Satu-satunya yang diperbuat
pihak Persia dalam hal ini hanyalah mengambil Salib Besar dan
dibawanya ke negerinya. Bilamana kelak kemenangan itu berganti
berada di pihak Rumawi Salib itupun diambilnya kembali dari
tangan Persia. Dengan demikian peperangan rohani di Barat itu
tetap di Barat dan di Timur tetap di Timur. Dengan demikian
rintangan moril tadi sama pula dengan rintangan alam dan kedua
kekuatan itu dari segi rohani tidak saling berbenturan.
Keadaan serupa itu berlangsung terus sampai abad keenam. Dalam
pada itu pertentangan antara Rumawi dengan Bizantium makin
meruncing. Pihak Rumawi, yang benderanya berkibar di benua
Eropa sampai ke Gaul dan Kelt di Inggris selama beberapa
generasi dan selama zaman Julius Caesar yang dibanggakan dunia
dan tetap dibanggakan, kemegahannya itu berangsur-angsur telah
mulai surut, sampai akhirnya Bizantium memisahkan diri dengan
kekuasaan sendiri pula, sebagai ahliwaris Kerajaan Rumawi yang
menguasai dunia itu. Puncak keruntuhan Kerajaan Rumawi ialah
tatkala pasukan Vandal yang buas itu datang menyerbunya dan
mengambil kekuasaan pemerintahan di tangannya. Peristiwa ini
telah menimbulkan bekas yang dalam pada agama Masehi yang
tumbuh dalam pangkuan Kerajaan Rumawi. Mereka yang sudah
beriman kepada Isa itu telah mengalami pengorbanan-pengorbanan
besar, berada dalam ketakutan di bawah kekuasaan Vandal itu.
Mazhab-mazhab agama Masehi ini mulai pecah-belah.Dari zaman ke
zaman mazhab-mazhab itu telah terbagi-bagi ke dalam
sekta-sekta dan golongan-golongan. Setiap golongan mempunyai
pandangan dan dasar-dasar agama sendiri yang bertentangan
dengan golongan lainnya. Pertentangan-pertentangan antara
golongan-golongan satu sama lain karena perbedaan pandangan
itu telah mengakibatkan adanya permusuhan pribadi yang terbawa
oleh karena moral dan jiwa yang sudah lemah, sehingga cepat
sekali ia berada dalam ketakutan, mudah terlibat dalam
fanatisma yang buta dan dalam kebekuan. Pada masa-masa itu, di
antara golongan-golongan Masehi itu ada yang mengingkari bahwa
Isa mempunyai jasad disamping bayangan yang tampak pada
manusia; ada pula yang mempertautkan secara rohaniah antara
jasad dan ruhnya sedemikian rupa sehingga memerlukan khayal
dan pikiran yang begitu rumit untuk dapat menggambarkannya;
dan disamping itu ada pula yang mau menyembah Mariam,
sementara yang lain menolak pendapat bahwa ia tetap perawan
sesudah melahirkan Almasih.
Terjadinya pertentangan antara sesama pengikut-pengikut Isa
itu adalah peristiwa yang biasa terjadi pada setiap umat dan
zaman, apabila ia sedang mengalami kemunduran: soalnya hanya
terbatas pada teori kata-kata dan bilangan saja, dan pada tiap
kata dan tiap bilangan itu ditafsirkan pula dengan
bermacam-macam arti, ditambah dengan rahasia-rahasia, ditambah
dengan warna-warni khayal yang sukar diterima akal dan hanya
dapat dikunyah oleh perdebatan-perdebatan sophisma yang kaku
saja.
Salah seorang pendeta gereja berkata: "Seluruh penjuru kota
itu diliputi oleh perdebatan. Orang dapat melihatnya dalam
pasar-pasar, di tempat-tempat penjual pakaian, penukaran uang,
pedagang makanan. Jika ada orang bermaksud hendak menukar
sekeping emas, ia akan terlibat ke dalam suatu perdebatan
tentang apa yang diciptakan dan apa yang bukan diciptakan.
Kalau ada orang hendak menawar harga roti maka akan
dijawabnya: Bapa lebih besar dari putera dan putera tunduk
kepada Bapa. Bila ada orang yang bertanya tentang kolam mandi
adakah airnya hangat, maka pelayannya akan segera menjawab:
"Putera telah diciptakan dari yang tak ada."
Tetapi kemunduran yang telah menimpa agama Masehi sehingga ia
terpecah-belah kedalam golongan-golongan dan sekta-sekta itu
dari segi politik tidak begitu besar pengaruhnya terhadap
Kerajaan Rumawi. Kerajaan itu tetap kuat dan kukuh.
Golongan-golongan itupun tetap hidup dibawah naungannya dengan
tetap adanya semacam pertentangan tapi tidak sampai orang
melibatkan diri kedalam polemik teologi atau sampai memasuki
pertemuan-pertemuan semacam itu yang pernah diadakan guna
memecahkan sesuatu masalah. Suatu keputusan yang pernah
diambil oleh suatu golongan tidak sampai mengikat golongan
yang lain. Dan Kerajaanpun telah pula melindungi semua
golongan itu dan memberi kebebasan kepada mereka mengadakan
polemik, yang sebenarnya telah menambah kuatnya kekuasaan
Kerajaan dalam bidang administrasi tanpa mengurangi
penghormatannya kepada agama. Setiap golongan jadinya
bergantung kepada belas kasihan penguasa, bahkan ada dugaan
bahwa golongan itu menggantungkan diri kepada adanya pengakuan
pihak yang berkuasa itu.
Sikap saling menyesuaikan diri di bawah naungan Imperium itu
itulah pula yang menyebabkan penyebaran agama Masehi tetap
berjalan dan dapat diteruskan dari Mesir dibawah Rumawi sampai
ke Ethiopia yang merdeka tapi masih dalam lingkungan
persahabatan dengan Rumawi. Dengan demikian ia mempunyai
kedudukan yang sama kuat di sepanjang Laut Merah seperti di
sekitar Laut Tengah itu. Dari wilayah Syam ia menyeberang ke
Palestina. Penduduk Palestina dan penduduk Arab Ghassan yang
pindah ke sana telah pula menganut agama itu, sampai ke pantai
Furat, penduduk Hira, Lakhmid dan Mundhir yang berpindah dari
pedalaman sahara yang tandus ke daerah-daerah subur juga
demikian, yang selanjutnya mereka tinggal di daerah itu
beberapa lama untuk kemudian hidup di bawah kekuasaan Persia
Majusi.
Dalam pada itu kehidupan Majusi di Persia telah pula mengalami
kemunduran seperti agama Masehi dalam Imperium Rumawi. Kalau
dalam agama Majusi menyembah api itu merupakan gejala yang
paling menonjol, maka yang berkenaan dengan dewa kebaikan dan
kejahatan pengikut-pengikutnya telah berpecah-belah juga
menjadi golongan-golongan dan sekta-sekta pula. Tapi disini
bukan tempatnya menguraikan semua itu. Sungguhpun begitu
kekuasaan politik Persia tetap kuat juga. Polemik keagamaan
tentang lukisan dewa serta adanya pemikiran bebas yang
tergambar dibalik lukisan itu, tidaklah mempengaruhinya.
Golongan-golongan agama yang berbeda-beda itu semua berlindung
di bawah raja Persia. Dan yang lebih memperkuat pertentangan
itu ialah karena memang sengaja digunakan sebagai suatu cara
supaya satu dengan yang lain saling berpukulan, atas dasar
kekuatiran, bila salah satunya menjadi kuat, maka Raja atau
salah satu golongan itu akan memikul akibatnya.