Tuesday, February 3, 2009

SIRA JAKARTA

Jakarta, Kompas

Faisal bin Saifuddin, Ketua Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) Jakarta dan sekitarnya, divonis hukuman satu tahun penjara potong masa tahanan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang diketuai Iskandar Tjakke. Faisal dinyatakan terbukti menyebar kebencian dan penghinaan terhadap pemerintah Indonesia, namun Faisal menilai putusan hakim itu sebagai bentuk pembungkaman gerakan sipil.

Pada awalnya, Faisal diperiksa petugas Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya berkaitan dengan kasus ledakan bom di Yayasan Kesejahteraan Iskandar Muda Jalan Perahu 1, Guntur, Jakarta Selatan. Namun, kemudian tuduhan atas Faisal dialihkan menjadi "menyebarkan kebencian" saat Faisal dan aktivis SIRA melakukan unjuk rasa di depan Kantor Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Jalan Thamrin, tanggal 9 dan 13 November 2000.

Majelis hakim menilai, Faisal terbukti telah melakukan kejahatan dengan menyebarkan pernyataan permusuhan, kebencian, dan penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia. Pasal-pasal penyebar kebencian merupakan pasal-pasal karet yang sudah sering dikritik aktivis dan banyak diterapkan pada rezim Orde Baru. Aktivis Forkot, Mixil Mina Munir dan Aris Wardoyo juga dijatuhi hukuman lima bulan penjara atas tuduhan penghasutan beberapa waktu lalu oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan.

Beri pernyataan pers

Menurut majelis hakim, penyebaran kebencian tersebut tergambar dari pengerahan massa ke Kantor Perwakilan PBB di Jalan Thamrin 14 dengan meneriakkan yel-yel bahwa Pemerintah Indonesia adalah neokolonialis dan meminta campur tangan PBB untuk menyelesaikan masalah di Aceh. Selain itu, Faisal dengan massanya membagikan selebaran yang berisi penghinaan dan pernyataan kebencian terhadap Pemerintah Indonesia kepada pers.

Vonis majelis hakim tersebut lebih rendah satu tahun dibandingkan dengan dakwaan jaksa penuntut umum yang meminta majelis hakim menghukum Faisal selama dua tahun penjara. Vonis satu tahun penjara tersebut dikurangi oleh masa penahanan Faisal, yakni lima bulan 14 hari.

Faisal menyatakan, akan banding atas putusan tersebut karena tidak menerima anggapan bahwa SIRA merupakan bagian dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dalam persidangan tersebut, Faisal didampingi oleh tim pengacara dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ramdanu Dwiantoro.

"Saya mendengar dalam sidang ini telah ada pengarahan bahwa SIRA seolah-olah GAM. Ini tidak bisa saya terima karena SIRA ini benar-benar independen dan beraspirasi pada rakyat. Makanya, saya dengan tegas menyatakan banding," ucap Faisal.

Salah seorang pengacara Faisal, Sahara D Pangaribuan mengatakan, putusan hakim tersebut tidak sesuai dengan fakta yang berkembang di dalam persidangan. Pertimbangan hukum bahwa SIRA adalah bagian dari GAM, itu sama sekali tidak pernah terdengar selama persidangan. Namun, dalam putusan hakim justru muncul sebagai sebuah pertimbangan hukum.

"Kita melihat bahwa apa pun yang disampaikan oleh SIRA itu adalah aspirasi rakyat Aceh untuk referendum bukan untuk merdeka. Namun, dalam pertimbangan hukum hakim tadi, malah disebutkan sebagai usaha untuk memisahkan diri," kata Pangaribuan.

Pengalihan tuntutan

Faisal mengatakan, vonis yang dijatuhkan tersebut diambil setelah sebelumnya terjadi pengalihan tuntutan dari JPU. Awalnya, dirinya disidik atas kasus ledakan bom di Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa Iskandar Muda (YKMI) yang menewaskan tiga orang. Namun kemudian, karena kekurangan bukti akhirnya ia ditargetkan menjadi terdakwa dalam perkara penyebaran kebencian dan penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia.

"Ini merupakan suatu bentuk pembungkaman terhadap gerakan sipil dan gerakan perdamaian untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai dan demokratis. Ini kita lihat seolah-olah proses hukum yang dikedepankan untuk menghantam lawan politik yang notabenenya diaspirasikan pada pembelaan rakyat secara damai," ujar Faisal.

Sahara Pengaribuan menambahkan, pengalihan tuntutan tersebut sangat sulit dimengerti sebab jika tuntutannya didasari oleh unjuk rasa di depan Kantor Perwakilan PBB tersebut, mengapa aparat tidak menangkap Faisal pada saat unjuk rasa itu dilakukan. Padahal, ketika unjuk rasa tersebut dilakukan, aparat kepolisian mengawasinya sejak dari Gedung MPR/DPR dan Istana Presiden. "Kenapa hanya saat di PBB saja yang disorot." kata Pangaribuan. (mks)

Pageviews last month